Breaking News
Loading...
Saturday, October 10, 2009

Info Post
musik blues muncul sebagai suatu akibat dari perbudakan di Amerika Serikat dan dianggap sebagai genre musik pertama yang merefleksikan pengalaman-pengalaman orang-orang kulit hitam tentang arti sebuah kemerdekaan.


Karena pada waktu itu mustahil bagi mereka untuk mendapatkan kebebasan dan kemerdekaan secara sosial dan ekonomi, maka bekas budak-budak itu mencari dan menikmati ruang gerak mereka dalam perjalanan dan seksualitas. Hanya dalam dua ruang gerak itu mereka dapat benar-benar menikmati kebebasan.


Pada saat itulah pertama kalinya mereka dapat memilih dan memutuskan kemana saja mereka akan pergi setelah ditarik dengan paksa dari tanah leluhur mereka di Afrika sana. Dan pada saat itu jugalah mereka dapat membuat pilihan sendiri soal sexual relationship.


Konsekuensinya, tema-tema perjalanan dan seksualitas merembes dan kemudian meresap dalam blues.


Seksualitas, khususnya, menjadi simbol dari kekebasan yang pada perjalanannya kemudian menjadi sebuah keasyikan tersendiri tentang hubungan personal yang menyuarakan kebebasan dan kemerdekaan yang lebih luas.


Sementara soal perjalanan - di samping tetap memantapkan fungsinya sebagai penegasan atas kebebasan fisik yang baru didapatkan - muncul sebagai salah satu tujuan praktis: mencari kehidupaan yang lebih layak.


Warga kulit hitam - kebanyakan pria yang pada umumnya tidak begitu terikat pada keluarga sebagaimana wanita - pergi mengembara untuk mencari pekerjaan. Mereka berkelana dengan berjalan kaki dan sesekali menumpang kerepa api barang yang kebetulan melintas.


Pengelanaan yang penuh suka dan duka itu memunculkan figur-figur pemusik atau penembang blues brilian yang mengenal musik secara otodidak.
Figur-figur tersebut umumnya mempunyai stereotip: seorang lelaki kulit hitam yang menyandang gitar, melakukan pengembaraan sambil mengisahkan dengan suara serak kehidupan mereka yang kelam, pedih dan selalu menyayat-nyayat seolah membawa sukma dari kampung halaman mereka yang tidak kalah menyedihkan.


Dari tradisi inilah kemudian muncul maestro-mastro blues seperti Robert Johnson dan Perri Bradford. Dan juga musisi-musisi blues wanita yang belakangan lebih terkenal karena jauh lebih berhasil dalam dunia rekaman seperti Mamie Smith, Gertrude 'Mother of the Blues' Rainy, Bessie 'Empress of the Blues' Smith, dan bahkan Billie Holiday yang berhasil mengawinkan spirit blues pada jazz.

Ah, mengembara dalam sejarah blues sungguh seperti mengembara dalam sejarah kepedihan. Ini mungkin karena blues memang telah ditakdirkan terkutuk. Setidaknya dengan kepedihan dan keterasingan yang memang terlanjur melekat, masih selalu melekat dan akan terus melekat padanya. Bukankah makna kamus dari blues sendiri kurang lebih adalah a state of being sad, or melancholy?


Lantas mengapakah orang menyanyikan blues? Apakah mereka memang orang-orang yang menderita layaknya si negro tua yang meraung-meraung-raung dengan gitarnya di sebuah klab malam sepi dalam keadaan lapar dan sedang teringat kampung halaman di Georgia seperti yang dilukiskan Rendra dalam Blues untuk Bonnie?

Dilihat dari lirik-lirik dan latar belakang proses penciptaan kebanyakan lagu blues, boleh jadi memang demikian.
Tidak mungkin lirik dalam Poor Man's Blues-nya Bessie Smith (Mister rich man, richman, open up your heart and mind/ Give the poor man a chance, help stop these hard, hard times...) atau dalam Drunken Hearted Man milik Robert Johnson (I'm a drunken hearted man/ my life seem so misery/ I'm the poor drunked hearted man/ my life seem so misery/ And if I could change my way of livin'/ it would mean so much to me...) tercipta dari suasana riang seperti yang dirasakan musisi jazz ketika menciptakan komposisi-komposisi berirama swing.

Memang cukup banyak juga lagu blues yang tercipta karena hal-hal lain. Cinta, misalnya. Namun cinta dalam blues sering bukan cinta yang normal, tapi cinta yang disertai kekecewaan, dendam dan pengkianatan. Robert Johnson sendiri mati diracun karena terlalu dekat dengan pacar orang lain dan kemudian menuangkannya dalam sepotong blues.


Contoh lain mungkin Layla karya Eric Clapton. Lagu itu mengkisahkan cinta 'terlarang' Eric terhadap Patti Boyd yang tidak lain adalah istri sahabatnya sendiri, George Harrison.


Atau lihatlah latar belakang Tears in Heaven yang tercipta sebagai ungkapan kepedihan Eric karena putrinya yang berusia 4 tahun tewas terjatuh dari apartemen bertingkat tinggi.


Pedih, memang. Dan selalu pedih. Tapi kepedihan itulah yang selalu membuat blues mempuyai jiwa. Jiwa yang kemudian membuat blues tak lekang digilas waktu.

0 komentar: